Rabu, 13 Agustus 2014

Seperti Apa Overdosis Agama Itu?

Seperti halnya pemberian obat dengan tujuan menyembuhkan, pembelajaran agama juga harus ada dosisnya. Kalau pemberian obat secara overdosis akan berakibat pada kerusakan organ hati, kerusakan otak, koma atau bahkan kematian, maka overdosis agama juga tidak bisa dibilang enteng. Penyakit jiwa seperti delusi akut hingga skizofrenia dan yang paling parah psikopat adalah beberapa contoh gangguan jiwa berat yang banyak ditemui pada mereka yang mengalami overdosis agama.

Dalam pembelajaran agama ataupun praktek ritual spiritual sebetulnya ada yang namanya waktu jeda. Istilahnya beragam. Ada yang namanya meditasi, samadhi, atau dzikir. Kalau aliran spiritual timur, bagi mereka yang meninggalkan "dunia" untuk mengkhususkan dirinya pada belajar agama seperti para bhiksu, pandita dan taoist, setahu saya setelah mencapai tahap tertentu dalam pembelajarannya mereka tidak lagi berkutat pada materi agama atau kalaupun ada porsinya sudah berkurang dengan ekstrim. Keseharian mereka lebih banyak diisi dengan samadhi. Hanya mengamati, menerima dan mendengarkan petuah sang semesta.



Pada setiap diri manusia selalu ada sisi gelapnya. The evil side. Ketika seseorang mempelajari agama secara membabi buta hingga overdosis, yang paling pertama muncul adalah ego. Ego merasa paling suci, ego merasa paling benar, ego merasa paling mengerti Sang Pencipta, dan ego merasa paling layak bertahta di Firdaus. Ego ini adalah zygote dari the evil side tadi yang pada akhirnya menjadi bola salju, makin lama makin besar hingga akhirnya tidak terbendung dan mengambil ahli kesadaran manusia itu sendiri. Pada saat inilah the evil side pada diri manusia itu akan menjadi sangat dominan. Itulah sebabnya dalam setiap peradaban, agama selalu mengambil peran dalam kekacauan hingga detik ini. Agama akan selalu menjadi pisau bermata dua yang mengerikan. Satu sisinya siap mengubah manusia menjadi malaikat, sementara sisi satunya akan sukses mentransformasi manusia menjadi iblis psikopat paling biadab dan brutal yang pernah hidup di muka bumi. 

Karena itu penting sekali memahami agama secara tepat dalam porsi yang sangat berimbang. Sekali lagi, porsi yang berimbang. Selalu ada keseimbangan karena kita hidup di dimensi yang menuntut keseimbangan yang mutlak hingga ke tingkat sel sekalipun. Dengan meluangkan waktu dari ritual agama tersebut untuk diam, mengamati dan mengkoneksikan penuh kesadaran kita dengan semesta adalah cara yang sangat baik untuk mencegah terjadinya overdosis agama tadi. Dengan demikian, kita bukan akan dihadapkan dengan ego, tetapi Semesta yang baik akan pelan-pelan menjadi guru pembimbing.... untuk mengajari kita menjadi manusia setutuhnya yang berkelimpahan akan cinta dan kasih untuk sesama. Dunia saat ini butuh banyak sekali manusia yang memiliki cinta dan kasih sayang yang berkelimpahan. Semoga kita satu diantaranya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar